Oleh:
Ikhwan Kurniawan, S.Pd.
Beberapa
hari yang lalu tepatnya seorang teman Guru Taman Kanak-Kanak di Lamongan mengeluhkan
dua orang wali murid yang menolak mengurus akta kelahiran putra putrinya.
Singkat cerita dua orang wali murid tersebut adalah ibu-ibu yang merasa malu
menjadi orang tua tunggal dan terbilang frustasi dengan track record hamil
diluar nikah dan bahkan terbilang tidak ada pertanggungjawaban. Kisah perlakuan mereka yang menggunakan kekerasan fisik dalam
mendidik anak-anak mereka sering ditampakkan orang lain baik di Rumah maupun di
lingkungan TK. Tak hanya prihatin dengan dengan masalah tersebut, teman Guru
tersebut juga merasa kebingungan karena dengan syarat selembar akta itulah
setiap peserta didik mulai dari Paud hingga perguruan tinggi mendapat Nomor
Induk Sekolah Nasional (NISN).
Sehubungan dengan surat edaran nomor
1980/P3/TP/2011 tanggal 14 September 2011. Pusat Data dan Statistik Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PDSP Kemdikbud) membangun pelayanan
Sistem Layanan DAPODIK versi terbaru dengan menggunakan nama Sistem Nomor Pokok
Sekolah Nasional (NPSN) dan Sistem Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) merupakan layanan sistem
pengelolaan nomor induk siswa secara nasional yang dikelola oleh Pusat Data dan
Statistik Kemdiknas yang merupakan bagian dari program Dapodik (Data
Pokok Pendidikan) Kementerian Pendidikan Nasional. Layanan NISN menerapkan
sistem komputerisasi yang terpusat dan online untuk pengelolaan nomor induk
siswa skala nasional sesuai Standar Pengkodean yang telah ditentukan.
Setiap
siswa yang terdaftar pada Layanan NISN akan diberi kode pengenal identitas
siswa yang bersifat unik, standar dan berlaku sepanjang masa yang membedakan
satu siswa dengan siswa lainnya di seluruh sekolah se-Indonesia. Mekanisme
penentuan dan pemberian kode pengenal identitas siswa tersebut prosesnya
dilakukan secara otomatis oleh mesin komputer pada Pusat Layanan NISN.
Penentuan dan pemberian kode pengenal identitas siswa tersebut berdasarkan
pengajuan atau masukan (entry) sumber data siswa yang telah
divalidasi/diverifikasi oleh setiap sekolah dan atau Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten secara online.. Hasil dari proses pemberian kode identifikasi
oleh Pusat Sistem NISN tersebut ditampilkan secara terbuka dalam batasan
tertentu melalui situs NISN.
Saat ini Sekolah manapun dan dimanapun akan mengakses sistem
dengan alamat http://nisn.data.kemdikbud.go.id.
Karena begitu pentingnya mengikuti perkembangan terbaru dari sistem
pendataan ini. secara eksplisit sekolah dan lembaga Paud dinilai ketinggalan
informasi apabila tidak menyesuaikan dengan perkembangan sistem Informasi
terbaru. Dampak yang ditimbulkan sangat merugikan tidak hanya bagi sekolah,
namun juga bagi peserta didik yang nantinya akan melanjutkan pendidikan ke
jenjang berikutnya. Berdasar informasi yang
dilansir laman dapodik Tujuan dan Manfaat dari NISN adalah untuk mengidentifikasi
setiap individu siswa (peserta didik) di seluruh sekolah se-Indonesia secara
standar, konsisten dan berkesinambungan. Tujuan yang kedua adalah sebagai pusat
layanan sistem pengelolaan nomor induk siswa secara online bagi Unit-unit Kerja
di Kemdiknas, Dinas Pendidikan Daerah hingga Sekolah yang bersifat standar,
terpadu dan akuntabel berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi terkini. Dan
yang ketiga adalah sebagai sistem pendukung program Dapodik dalam pengembangan
dan penerapan program-program perencanaan pendidikan, statistik pendidikan dan
program pendidikan lainnya baik di tingkat pusat, propinsi, kota, kabupaten
hingga sekolah, seperti: BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Ujian Nasional,
Pangkalan Data dan Informasi Pendidikan, Sistem Informasi Manajemen Sekolah
hingga Beasiswa.
Maasalah Sebenarnya
Terlepas dari NISN, ada hal yang perlu kita cermati dari
masalah teman saya di awal tulisan ini. Sesungguhnya bangsa ini mempunyai masalah
yang besar dan kompleks dimana kasus seperti ini menjadi hal yang umum terjadi
dibeberapa Daerah. Masalah karakter yang saat ini menjadi sorotan utama dari
Mendiknas Anis Baswedan mengajak kita untuk mulai peduli dengan lingkungan disekitar
kita. Seorang ibu dengan kondisi stress/ depresi sulit dapat diharapkan
mendampingi tumbuh kembang anak dengan baik dan optimal. Ketika seorang ibu terkena depresi, anak ikut
menderita. sangat dalam. Karena itu, penting untuk mengenali gejala dan mencari
solusi mengatasi permasalahan tersebut.
Depresi
menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah
perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Sedangkan menurut Kartono (2002)
depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang
patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati yang dalam,
penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya,
maka ia disebut melankholi.
“Depresi yang tidak diketahui dan tidak
ditangani pada orang tua adalah faktor risiko kuat bagi anak,” kata William R.
Beardslee, MD, mantan kepala departemen psikiatri di Children’s Hospital Boston
dan penulis When a Parent Is Depressed. Sebagai
awalan, depresi mengganggu kemampuan ibu untuk menjalin hubungan dengan anak.
Studi dari National Institute of Mental Health kini menunjukkan bahwa bayi-bayi
dari ibu yang depresi kurang mendapat interaksi, lebih sering rewel dan
menangis, dan menampakkan tingkat stres secara psikologis dibandingkan
bayi-bayi dengan ibu yang tidak terserang depresi. Beberapa studi bahkan
menunjukkan kaitan antara depresi ibu dan kondisi fisik anak. Penelitian baru
dari Johns Hopkins Children’s Center menemukan bahwa anak dengan asma yang
ibunya menampakkan gejala-gejala depresi mengalami serangan asma yang lebih
sering. (www.parentsindonesia.com).
Penanganan
pada ibu yang mengalami stress/depresi perlu dilakukan oleh lingkungan terdekat
diantaranya adalah keluarga, tetangga,dan lembaga tempat putra-putrinya
bersekolah. Keluarga mempunyai peranan penting untuk membantu seorang ibu
keluar dari kungkungan masalah yang dideritanya. Kasih sayang, perhatian dan
motivasi bisa membantu seseorang untuk menyadari bahwa masih banyak hal yang
perlu disyukuri dalam kehidupannya. Interaksi bersama keluarga juga membantu
mengurangi titik fokus seorang ibu pada masalah yang dihadapi.
Tetangga
adalah orang-orang terdekat yang bertempat tinggal di lingkungan sekitar rumah.
Dukungan tetangga untuk membantu seorang ibu yang mengalami depresi mempunyai
pengaruh positif untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Tak dapat dipungkiri
saat ini terjadi penurunan interaksi dan kepedulian sosial di kalangan
masyarakat. Namun ketika terjadi Kesalahan personal yang terjadi adalah
masyarakat memberikan sanksi-sanksi sosial yang tidak pada tempatnya. Perlu ada
perubahan pola penanganan/ perlakuan dari masyarakat untuk pelaku kesalahan
terlebih yang mengalami depresi. Intervensi kalangan pemerintahan dan pemuka
agama untuk membantu proses pemulihan seorang yang depresi akan semakin
mempercepat penyelesaian masalah ini.
Anak Yang
Menjadi Korban
Tracy
Thompson, seorang. penulis The Ghost in the House: Motherhood, Raising
Children, and Struggling With Depression, dia menyurvei hampir 400
ibu yang didiagnosis depresi. “Gejala umum yang mereka rasakan adalah sensitif,
ketidakmampuan membuat batasan bagi anak, dan menginginkan kesendirian”. Tentu
saja hal ini mempengaruhi psikologi perkembangan anak. Perkembangan motorik dan fisik anak
sangatlah berhubungan dengan pertumbuhan psikis anak. Anak akan mengalami suatu
periode yang dinamakan sebagai masa keemasan anak saat usia dini dimana saat
itu anak akan sangat peka dan sensitif terhadap berbagai rangsangan dan
pengaruh dari luar.
Laju perkembangan dan pertumbuhan anak mempengaruhi masa
keemasan dari masing-masing anak itu sendiri. Saat masa keemasan (Golden Age),
anak akan mengalami tingkat perkembangan yang sangat drastis di mulai dari
pekembangan berpikir, perkembangan emosi, perkembangan motorik, perkembangan
fisik dan perkembangan sosial. Lonjakan perkembangan ini terjadi saat anak
berusia 0-8 tahun, dan lonjakan perkembangan ini tidak akan terjadi lagi di
periode selanjutnya. Perkembangan anak khususnya saat perkembangan usia dini,
sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa yang akan datang Bila pada
masa ini orang tua mendampingi tumbuh kembang anak dengan kasih sayang, teladan yang baik serta
stimulus yang tepat maka seluruh aspek perkembangan anak dapat berkembang
dengan optimal.
Stimulasi terhadap anak yang dilakukan oleh orangtua maupun
orang lain disekitar lingkungan anak akan membekas kuat dan tahan lama.
Kesalahan sedikit dalam memberikan stimulasi akan berdampak negatif jangka
panjang yang sulit diperbaiki. Roseau (Slamet Suyanto, 2003: 2-3) menggambarkan
bahwa: masa peka tersebut ibarat saat yang tepat bagi seorang tukang besi untuk
menempa besi yang dipanaskan. Para penempa pasti tahu benar kapan besi harus
ditempa. Terlalu awal ditempa, besi sulit dibentuk dan dicetak, sebaliknya
apabila terlambat ditempa maka besi akan hancur. Jadi saat yang paling baik
bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikan yang tepat adalah saat usia
dini.
Sebaliknya, apabila pada masa Emas ini anak mengalami
kecemasan bahkan tekanan, maka sel-sel syaraf di otak tidak dapat berkembang
dengan baik yang mengakibatkan penurunan kecerdasan dan kelainan prilaku. Bagi anak yang cukup sering mendapatkan respon yang negatif
dibandingkan dengan respon yang positif, seperti bentakan, teriakan ataupun
lainnya bisa membuat sang anak mengalami berberapa efek yang negatif, seperti
kurangnya rasa percaya diri pada anak, pemurung, kurang inisiatif, bahkan sang
anak tumbuh menjadi anak yang pemberontak. Hal ini sangat tergantung pada orang
tua dalam merespon tindakan anak dan sang anak akan mengolahnya dengan berbagai
kepribadiannya yang cukup unik. Dapat dibayangkan pada saat sang anak melakukan
kesalahan, sang anak selalu disalahkan dan tidak sama sekali dihargai, maka
sang anak akan mempunyai pemikiran bahwa semua yang dilakukan olehnya adalah
salah. Dengan begitu bisa saja sang anak menjadi tidak berani dan tidak mau
melakukan sesuatu.
Dari
beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak
milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Eliot, berkesimpulan
pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age,
suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel
otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian
lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah. Penelitian Lise Eliot
ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel perekam otak
yang dihubungkan dengan sebuah monitor komputer sehingga bisa melihat setiap
perubahan yang terjadi dalam perkembangan otak anaknya. “Hasilnya luar biasa,
saat menyusui terbentuk rangkaian indah, namun saat ia terkejut dan sedikit
bersuara keras pada anaknya, rangkaian indah menggelembung seperti balon, lalu
pecah berantakan dan terjadi perubahan warna. Ini baru teriakan,” ujarnya.
Dari
hasil penelitian ini, jelas pengaruh marah terhadap anak sangat mempengaruhi
perkembangan otak anak. Jika ini dilakukan secara tak terkendali, bukan tidak
mungkin akan mengganggu struktur otak anak itu sendiri.,Oleh karena itu perlu
berhati-hati dalam memarahi anak. Dampak buruk tidak hanya ke otak, tetapi bisa
mengganggu fungsi organ penting dalam tubuh seperti hati, jantung dan lainnya. Sebuah
bentakan, cacian dan teriakan bisa dikategorikan pada kekerasan verbal dan juga
emosional. Apalagi diikuti dengan kekerasan fisik. Efeknya akan sangat berat
dan juga berbahaya jika hal itu terjadi secara berkali-kali serta dalam kurun
waktu yang sangat panjang. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan sang anak
tersebut kesulitan dalam berpikir jernih dan juga tangkas.
Usia Emas =
Kesempatan Emas
Jika
ada pertanyaan kapan waktu yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan
keberhasilan seseorang? Maka, jawabnya adalah saat masih usia dini. Fakta yang
telah banyak diteliti oleh para peneliti dunia pada usia dini 0-6 tahun, otak
berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan
menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah
masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan
mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai
masa-masa emas anak (golden age). Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama
Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama
kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan
dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar
dan berhasil dalam pekerjaannya.
Oleh
karena itu, orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan
pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan
dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kekerasan verbal maupun
fisik akan menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau minder, penakut
dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya karakter-karakter
tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika dewasa karakter semacam itu
akan menjadi penghambat baginya dalam meraih dan mewujudkan keinginannya.
Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker gara-gara ia minder
atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu karena ia tidak mau
mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia bersikap positif maka
resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan.
Lalu
bagaimana dengan kasus anak yang tidak diperhatikan orang tuanya? Anak yang
lahir dari kecelakaan dan masih melanjutkan nasibnya dengan mendapati
seorang ibu yang stress dan frustasi? Pun ditambah dengan tidak diperkenalkan
“siapa ayahku?”.itulah yang sedang terjadi saat ini. Bisa dibayangkan bagaimana
kondisi psikologis anak tersebut. Sedangkan mereka adalah pewaris Negeri.
Siapa Lagi
Kalau Bukan Guru Paud?
Guru
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam hal ini Kelompok Bermain, Play Group,
Taman Kanak-Kanak (TK), Satuan Paud Sejenis (SPS), Taman Penitipan Anak dan
lain sebagainya merupakan salah satu sosok terdekat yang mempunyai pengaruh
kuat untuk menorehkan tinta karakter pada anak. Sering didapati seorang anak
usia Paud lebih mengikuti apa yang disampaikan gurunya di Sekolah dari pada
orang tua di rumah. Prinsip Pembelajaran di Paud adalah bermain seraya belajar
dan belajar seraya bermain. Hal ini bertujuan agar pembelajaran di Lembaga Paud
menyenangkan dan tidak mencederai otak anak serta sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Menghadapi
dilema anak dan orangtua bermasalah merupakan bagian dari tugas guru sebagai
Problem Solver dan psikolog. Kasus seorang peserta didik Paud yang menjadi
korban permasalahan orang tua seperti tersebut diatas harus mendapat perhatian
dan penanganan khusus. Guru harus berperan menjadi ibu yang penyayang dan
inspiratif saat berada di sekolah. Pendekatan dengan hati akan menjadi
cara yang efektif bagi guru untuk membantu memecahkan permasalahan anak.
Beberapa
hal yang bisa dilakukan Guru untuk membantu menyelesaikan permasalahan anak
yang mengalami perlakuan kekerasan verbal dan fisik adalah Memberikan anak dukungan dan masukan bagaimana ia
menghadapi perlakuan yang membuatnya
tidak nyaman. Guru perlu membangun rasa
percaya diri anak serta memberi penghargaan agar anak merasa berharga di
hadapan orang lain. Guru juga perlu menanamkan kemandirian anak dalam
keberanian mengambil keputusan dan penyelesaian masalah misalnya dengan segera
melaporkan pada guru dan orangtua bila terjadi sesuatu yang membuatnya tidak
nyaman.
Sekolah
dalam hal ini Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak perlu merancang strategi
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan peserta didik
dan orangtua. Salah satunya adalah dengan mengadakan kegiatan edukasi berupa
Parenting Skill. Upaya preventif juga perlu difikirkan pemerintah agar
permasalahan seperti tersebut di atas bisa ditekan jumlahnya.