Jumat, 31 Maret 2017

KETIKA ANAK USIA DINI MENCARI PAHLAWAN



Oleh: Ikhwan Kurniawan, S.Pd.
Beberapa hari yang lalu tepatnya seorang teman Guru Taman Kanak-Kanak di Lamongan mengeluhkan dua orang wali murid yang menolak mengurus akta kelahiran putra putrinya. Singkat cerita dua orang wali murid tersebut adalah ibu-ibu yang merasa malu menjadi orang tua tunggal dan terbilang frustasi dengan track record hamil diluar nikah dan bahkan terbilang tidak ada pertanggungjawaban. Kisah  perlakuan mereka  yang menggunakan kekerasan fisik dalam mendidik anak-anak mereka sering ditampakkan orang lain baik di Rumah maupun di lingkungan TK. Tak hanya prihatin dengan dengan masalah tersebut, teman Guru tersebut juga merasa kebingungan karena dengan syarat selembar akta itulah setiap peserta didik mulai dari Paud hingga perguruan tinggi mendapat Nomor Induk Sekolah Nasional (NISN).
Sehubungan dengan surat edaran nomor 1980/P3/TP/2011 tanggal 14 September 2011. Pusat Data dan Statistik Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PDSP Kemdikbud) membangun pelayanan Sistem Layanan DAPODIK versi terbaru dengan menggunakan nama Sistem Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) dan Sistem Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) merupakan layanan sistem pengelolaan nomor induk siswa secara nasional yang dikelola oleh Pusat Data dan Statistik  Kemdiknas yang merupakan bagian dari program Dapodik (Data Pokok Pendidikan) Kementerian Pendidikan Nasional. Layanan NISN menerapkan sistem komputerisasi yang terpusat dan online untuk pengelolaan nomor induk siswa skala nasional sesuai Standar Pengkodean yang telah ditentukan.
Setiap siswa yang terdaftar pada Layanan NISN akan diberi kode pengenal identitas siswa yang bersifat unik, standar dan berlaku sepanjang masa yang membedakan satu siswa dengan siswa lainnya di seluruh sekolah se-Indonesia. Mekanisme penentuan dan pemberian kode pengenal identitas siswa tersebut prosesnya dilakukan secara otomatis oleh mesin komputer pada Pusat Layanan NISN. Penentuan dan pemberian kode pengenal identitas siswa tersebut berdasarkan pengajuan atau masukan (entry) sumber data siswa yang telah divalidasi/diverifikasi oleh setiap sekolah dan atau Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten secara online.. Hasil dari proses pemberian kode identifikasi oleh Pusat Sistem NISN tersebut ditampilkan secara terbuka dalam batasan tertentu melalui situs NISN.
Saat ini Sekolah manapun dan dimanapun akan mengakses sistem dengan alamat http://nisn.data.kemdikbud.go.id.  Karena begitu pentingnya mengikuti perkembangan terbaru dari sistem pendataan ini. secara eksplisit sekolah dan lembaga Paud dinilai ketinggalan informasi apabila tidak menyesuaikan dengan perkembangan sistem Informasi terbaru. Dampak yang ditimbulkan sangat merugikan tidak hanya bagi sekolah, namun juga bagi peserta didik yang nantinya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Berdasar informasi  yang dilansir laman dapodik Tujuan dan Manfaat dari NISN adalah untuk mengidentifikasi setiap individu siswa (peserta didik) di seluruh sekolah se-Indonesia secara standar, konsisten dan berkesinambungan. Tujuan yang kedua adalah sebagai pusat layanan sistem pengelolaan nomor induk siswa secara online bagi Unit-unit Kerja di Kemdiknas, Dinas Pendidikan Daerah hingga Sekolah yang bersifat standar, terpadu dan akuntabel berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi terkini. Dan yang ketiga adalah sebagai sistem pendukung program Dapodik dalam pengembangan dan penerapan program-program perencanaan pendidikan, statistik pendidikan dan program pendidikan lainnya baik di tingkat pusat, propinsi, kota, kabupaten hingga sekolah, seperti: BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Ujian Nasional, Pangkalan Data dan Informasi Pendidikan, Sistem Informasi Manajemen Sekolah hingga Beasiswa.
Maasalah Sebenarnya
Terlepas dari NISN, ada hal yang perlu kita cermati dari masalah teman saya di awal tulisan ini. Sesungguhnya bangsa ini mempunyai masalah yang besar dan kompleks dimana kasus seperti ini menjadi hal yang umum terjadi dibeberapa Daerah. Masalah karakter yang saat ini menjadi sorotan utama dari Mendiknas Anis Baswedan mengajak kita untuk mulai peduli dengan lingkungan disekitar kita. Seorang ibu dengan kondisi stress/ depresi sulit dapat diharapkan mendampingi tumbuh kembang anak dengan baik dan optimal. Ketika seorang ibu terkena depresi, anak ikut menderita. sangat dalam. Karena itu, penting untuk mengenali gejala dan mencari solusi mengatasi permasalahan tersebut. 
Depresi menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Sedangkan menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya, maka ia disebut melankholi.
 “Depresi yang tidak diketahui dan tidak ditangani pada orang tua adalah faktor risiko kuat bagi anak,” kata William R. Beardslee, MD, mantan kepala departemen psikiatri di Children’s Hospital Boston dan penulis When a Parent Is Depressed. Sebagai awalan, depresi mengganggu kemampuan ibu untuk menjalin hubungan dengan anak. Studi dari National Institute of Mental Health kini menunjukkan bahwa bayi-bayi dari ibu yang depresi kurang mendapat interaksi, lebih sering rewel dan menangis, dan menampakkan tingkat stres secara psikologis dibandingkan bayi-bayi dengan ibu yang tidak terserang depresi. Beberapa studi bahkan menunjukkan kaitan antara depresi ibu dan kondisi fisik anak. Penelitian baru dari Johns Hopkins Children’s Center menemukan bahwa anak dengan asma yang ibunya menampakkan gejala-gejala depresi mengalami serangan asma yang lebih sering. (www.parentsindonesia.com).
Penanganan pada ibu yang mengalami stress/depresi perlu dilakukan oleh lingkungan terdekat diantaranya adalah keluarga, tetangga,dan lembaga tempat putra-putrinya bersekolah. Keluarga mempunyai peranan penting untuk membantu seorang ibu keluar dari kungkungan masalah yang dideritanya. Kasih sayang, perhatian dan motivasi bisa membantu seseorang untuk menyadari bahwa masih banyak hal yang perlu disyukuri dalam kehidupannya. Interaksi bersama keluarga juga membantu mengurangi titik fokus seorang ibu pada masalah yang dihadapi.
Tetangga adalah orang-orang terdekat yang bertempat tinggal di lingkungan sekitar rumah. Dukungan tetangga untuk membantu seorang ibu yang mengalami depresi mempunyai pengaruh positif untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Tak dapat dipungkiri saat ini terjadi penurunan interaksi dan kepedulian sosial di kalangan masyarakat. Namun ketika terjadi Kesalahan personal yang terjadi adalah masyarakat memberikan sanksi-sanksi sosial yang tidak pada tempatnya. Perlu ada perubahan pola penanganan/ perlakuan dari masyarakat untuk pelaku kesalahan terlebih yang mengalami depresi. Intervensi kalangan pemerintahan dan pemuka agama untuk membantu proses pemulihan seorang yang depresi akan semakin mempercepat penyelesaian masalah ini.
 
Anak Yang Menjadi Korban
Tracy Thompson, seorang. penulis The Ghost in the House: Motherhood, Raising Children, and Struggling With Depression, dia menyurvei hampir 400 ibu yang didiagnosis depresi. “Gejala umum yang mereka rasakan adalah sensitif, ketidakmampuan membuat batasan bagi anak, dan menginginkan kesendirian”. Tentu saja hal ini mempengaruhi psikologi perkembangan anak. Perkembangan motorik dan fisik anak sangatlah berhubungan dengan pertumbuhan psikis anak. Anak akan mengalami suatu periode yang dinamakan sebagai masa keemasan anak saat usia dini dimana saat itu anak akan sangat peka dan sensitif terhadap berbagai rangsangan dan pengaruh dari luar.
Laju perkembangan dan pertumbuhan anak mempengaruhi masa keemasan dari masing-masing anak itu sendiri. Saat masa keemasan (Golden Age), anak akan mengalami tingkat perkembangan yang sangat drastis di mulai dari pekembangan berpikir, perkembangan emosi, perkembangan motorik, perkembangan fisik dan perkembangan sosial. Lonjakan perkembangan ini terjadi saat anak berusia 0-8 tahun, dan lonjakan perkembangan ini tidak akan terjadi lagi di periode selanjutnya. Perkembangan anak khususnya saat perkembangan usia dini, sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa yang akan datang Bila pada masa ini orang tua mendampingi tumbuh kembang anak dengan  kasih sayang, teladan yang baik serta stimulus yang tepat maka seluruh aspek perkembangan anak dapat berkembang dengan optimal.
Stimulasi terhadap anak yang dilakukan oleh orangtua maupun orang lain disekitar lingkungan anak akan membekas kuat dan tahan lama. Kesalahan sedikit dalam memberikan stimulasi akan berdampak negatif jangka panjang yang sulit diperbaiki. Roseau (Slamet Suyanto, 2003: 2-3) menggambarkan bahwa: masa peka tersebut ibarat saat yang tepat bagi seorang tukang besi untuk menempa besi yang dipanaskan. Para penempa pasti tahu benar kapan besi harus ditempa. Terlalu awal ditempa, besi sulit dibentuk dan dicetak, sebaliknya apabila terlambat ditempa maka besi akan hancur. Jadi saat yang paling baik bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikan yang tepat adalah saat usia dini.
Sebaliknya, apabila pada masa Emas ini anak mengalami kecemasan bahkan tekanan, maka sel-sel syaraf di otak tidak dapat berkembang dengan baik yang mengakibatkan penurunan kecerdasan dan kelainan prilaku. Bagi anak yang cukup sering mendapatkan respon yang negatif dibandingkan dengan respon yang positif, seperti bentakan, teriakan ataupun lainnya bisa membuat sang anak mengalami berberapa efek yang negatif, seperti kurangnya rasa percaya diri pada anak, pemurung, kurang inisiatif, bahkan sang anak tumbuh menjadi anak yang pemberontak. Hal ini sangat tergantung pada orang tua dalam merespon tindakan anak dan sang anak akan mengolahnya dengan berbagai kepribadiannya yang cukup unik. Dapat dibayangkan pada saat sang anak melakukan kesalahan, sang anak selalu disalahkan dan tidak sama sekali dihargai, maka sang anak akan mempunyai pemikiran bahwa semua yang dilakukan olehnya adalah salah. Dengan begitu bisa saja sang anak menjadi tidak berani dan tidak mau melakukan sesuatu.
Dari beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Eliot, berkesimpulan pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age, suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah. Penelitian Lise Eliot ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel perekam otak yang dihubungkan dengan sebuah monitor komputer sehingga bisa melihat setiap perubahan yang terjadi dalam perkembangan otak anaknya. “Hasilnya luar biasa, saat menyusui terbentuk rangkaian indah, namun saat ia terkejut dan sedikit bersuara keras pada anaknya, rangkaian indah menggelembung seperti balon, lalu pecah berantakan dan terjadi perubahan warna. Ini baru teriakan,” ujarnya.
Dari hasil penelitian ini, jelas pengaruh marah terhadap anak sangat mempengaruhi perkembangan otak anak. Jika ini dilakukan secara tak terkendali, bukan tidak mungkin akan mengganggu struktur otak anak itu sendiri.,Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam memarahi anak. Dampak buruk tidak hanya ke otak, tetapi bisa mengganggu fungsi organ penting dalam tubuh seperti hati, jantung dan lainnya. Sebuah bentakan, cacian dan teriakan bisa dikategorikan pada kekerasan verbal dan juga emosional. Apalagi diikuti dengan kekerasan fisik. Efeknya akan sangat berat dan juga berbahaya jika hal itu terjadi secara berkali-kali serta dalam kurun waktu yang sangat panjang. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan sang anak tersebut kesulitan dalam berpikir jernih dan juga tangkas. 
Usia Emas = Kesempatan Emas
Jika ada pertanyaan kapan waktu yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang? Maka, jawabnya adalah saat masih usia dini. Fakta yang telah banyak diteliti oleh para peneliti dunia pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
Oleh karena itu, orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kekerasan verbal maupun fisik akan menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih dan mewujudkan keinginannya. Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker gara-gara ia minder atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu karena ia tidak mau mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia bersikap positif maka resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan.
Lalu bagaimana dengan kasus anak yang tidak diperhatikan orang tuanya? Anak yang lahir dari kecelakaan dan masih melanjutkan nasibnya dengan mendapati seorang ibu yang stress dan frustasi? Pun ditambah dengan tidak diperkenalkan “siapa ayahku?”.itulah yang sedang terjadi saat ini. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi psikologis anak tersebut. Sedangkan mereka adalah pewaris Negeri.
Siapa Lagi Kalau Bukan Guru Paud?
Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam hal ini Kelompok Bermain, Play Group, Taman Kanak-Kanak (TK), Satuan Paud Sejenis (SPS), Taman Penitipan Anak dan lain sebagainya merupakan salah satu sosok terdekat yang mempunyai pengaruh kuat untuk menorehkan tinta karakter pada anak. Sering didapati seorang anak usia Paud lebih mengikuti apa yang disampaikan gurunya di Sekolah dari pada orang tua di rumah. Prinsip Pembelajaran di Paud adalah bermain seraya belajar dan belajar seraya bermain. Hal ini bertujuan agar pembelajaran di Lembaga Paud menyenangkan dan tidak mencederai otak anak serta sesuai dengan tahap perkembangannya.
Menghadapi dilema anak dan orangtua bermasalah merupakan bagian dari tugas guru sebagai Problem Solver dan psikolog. Kasus seorang peserta didik Paud yang menjadi korban permasalahan orang tua seperti tersebut diatas harus mendapat perhatian dan penanganan khusus. Guru harus berperan menjadi ibu yang penyayang dan inspiratif saat berada di sekolah. Pendekatan dengan hati akan menjadi cara yang efektif bagi guru untuk membantu memecahkan permasalahan anak.
Beberapa hal yang bisa dilakukan Guru untuk membantu menyelesaikan permasalahan anak yang mengalami perlakuan kekerasan verbal dan fisik adalah Memberikan anak dukungan dan masukan bagaimana ia menghadapi  perlakuan yang membuatnya tidak nyaman. Guru  perlu membangun rasa percaya diri anak serta memberi penghargaan agar anak merasa berharga di hadapan orang lain. Guru juga perlu menanamkan kemandirian anak dalam keberanian mengambil keputusan dan penyelesaian masalah misalnya dengan segera melaporkan pada guru dan orangtua bila terjadi sesuatu yang membuatnya tidak nyaman.
Sekolah dalam hal ini Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak perlu merancang strategi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan peserta didik dan orangtua. Salah satunya adalah dengan mengadakan kegiatan edukasi berupa Parenting Skill. Upaya preventif juga perlu difikirkan pemerintah agar permasalahan seperti tersebut di atas bisa ditekan jumlahnya.






Minggu, 19 Maret 2017

MENGAJARKAN MAMBACA DAN MENULIS DENGAN STRATEGI “KOPAJA”



Oleh: Ikhwan Kurniawan, S.Pd
Strategi Kopaja Dalam Pembelajaran Out Door


Taman Kanak-kanak (TK) merupakan lembaga pendidikan fomal sebelum anak memasuki sekolah dasar. Salah satu pembelajaran di Taman Kanak-Kanak adalah kegiatan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa merupakan salah satu lingkup perkembangan yang harus dipersiapakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Anak usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak, karena masa ini merupakan masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi lingkungan dan menginternalisasi kedalam pribadinya. Masa ini juga merupakan masa awal perkembangan membaca dan menulis. Kemampuan membaca ditentukan oleh perkembangan bahasa sedangkan kemampuan menulis ditentukan oleh perkembangan motoriknya. Membaca merupakan kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Kemampuan membaca dimulai ketika anak senang mengeksplorasi buku dengan cara memegang atau membolak-balik buku. Menulis merupakan ekspresi/ungkapan dari bahasa lisan dalam suatu bentuk goresan/coretan. Menurut Sujiono (2009:7) memberi kesempatan dan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu dapat memicu munculnya masa peka atau menumbuh kembangkan potensi anak yang memasuki masa peka pada aspek perkembangan membaca dan menulis.
Kemampuan membaca dan menulis permulaan merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki oleh anak. Membaca merupakan ketrampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai ketrampilan, dan merupakan satu kesatuan yang terpadu. Membaca sebagai salah satu proses(Anderson dalam Dhieni, 2007:5). Kemampuan menulis adalah kemampuan gerak motorik halus anak yang terpadu pada kemampuan kognitif anak.
Perkembangan anak sangat berbeda-beda, baik intelegensinya, bakat, minat, kreativitas, kematangan emosinya, kepribadian, jasmani dan sosial, namun jika anak dirangsang sejak dini akan ditemukan potensi-potensi yang unggul dalam dirinya (kemdiknas, 2010:17)
Strategi pembelajaran Kopaja merupakan salah satu strategi untuk dapat merangsang perkembangan masa peka kemampuan membaca dan menulis sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan pada Permen 58 Tahun 2009 tentang Standart Pendidikan Anak Usia Dini  kelompok umur 4-6 tahun atau layanan TK (Taman Kanak-Kanak) pada lingkup perkembangan bahasa  meliputi mengungkapkan bahasa, mengenal bahasa dan keaksaraan.
Strategi Pembelajaran Kopaja adalah penggabungan kata Koperetif dan Teknik Jigsaw yang digunakan untuk mengajarkan membaca dan menulis pemulaan.

1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif  didefinisakan sebagai kerjasama anak didik dalam kelompok kecil yang setiap orang dapat berpartisipasi dalam soal tugas kolektif yang telah didefinisikan secara jelas (Cohen dalam Saputra dan Rudyanto 2005:36). Pembelajaran kooperatif melibatkan tanggung jawab bersama antara guru dan anak untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Jacobs dkk dalam Saputra dan Rudyanto (2005:36) bahwa pembelajaran kooperatif member peluang kepada anak untuk berbicara, mengambil inisiatif, membuat berbagai macam pilihan, dan mengembangkan kebiasaan belajar. Dalam pembelajaran koopeatif ini menuntut kerjasama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif juga untuk menananmkan nilai-nilai karakter anak diantaranya: kerjasama, menghargai pendapat orang lain, domokrasi dan menghargai hasil karya orang lain. Pembelajaran kooperatif juga membantu perkembangan anak didik diri biasa belajar pasif menjadi belajar aktif dan menciptakan kebahagiaan dan kegembiraan dalam proses belajar anak.

2. Teknik Jigsaw
Teknik mengajarkan Jigsaw dikembangkan oleh Aronson dkk., sebagai metode pembelajaran kooperatif. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengar, ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.
Teknik Jigsaw diterapkan dengan membentuk beberapa kelompok yang setiap kelompok tidak lebih dari 4 orang agar dalam kerja kelompok dapat maksimal dalam bekerja dan tidak terlalu pasif.

3. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran “Kopaja”
Strategi pembelajaran Kopaja diterapkan dalam mengajarkan membaca dan menulis permulaan, adapun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
a.       Guru menjelaskan materi yang akan diajarakan dengan mengenalkan huruf-huruf, suku kata, dan gambar dengan kata
b.      Anak-anak dibagi menjadi 3 kelompok dan  setiap kelompok dibagi menjadi 2 kelompok agar lebih efektif dalam kegiatan kerja kelompok
c.       Setiap kelompok diberi nama masing-masing
d.      Dalam setiap kelompok diberikan tugas yang berbeda sesuai dengan materi yang akan dicapai
e.       Dalam strategi pembelajaran Kopaja anak diajak bermain mengelompokkan kata, menulis kata, membaca kata dan membaca kata
f.       Pada kegiatan inti anak-anak diajak bermain 3 kali permaian dan dalam setiap permainan anak-anak diberikan tugas yang berbeda, dan pada akhirnya anak akan mendapatkan tugas yang sama
g.      Setelah semua kelompok menyelesaikan tugas yang telah diberikan, setiap kelompok membacakan hasil kejanya secara bergantian dan anggota yang lainnya mendengarkan serta dilakukan diskusi terhadap hasil yang telah dibaca/dipresentasikan
Kemampuan membaca melibatkan berbagai keterampilan merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai keterampilan, yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata, menghubungkannya dengan bunyi dan makna, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Pemanfaatan media  memegang peranan penting dalam proses pembelajaran yang digunakan. Penerapan strategi pembelajaran ”Kopaja” yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah dengan menggunakan kartu bergambar, kartu huruf dan kartu kata.
 Kemampuan menulis merupakan kemampuan gerak motorik halus yang mengkooardinasikan antara mata dan tangan dengan mencoret-coret yang berbentuk dan memiliki makna serta mudah dibaca. Perkembangan kemampuan menulis anak, merupakan kemampuan persepsi motorik yang akan dikembangkan termasuk dalam koordinasi mata-tangan (Depdiknas 2007:3). Dalam pengembangan kemampuan menulis anak dilatih untuk kelenturan tangan dengan mencorat-coret, menarik garis, menjiplak tulisan dan mencontoh bentuk tulisan kata atau kalimat.